TUMPENG dalam tradisi Jawa Tinjauan Filosofis atas Makna Simbolik Tumpeng
sumber http://sandiwan.blogspot.com/2012/03/tumpeng-dalam-tradisi-jawa-tinjauan.ht
1. Pendahuluan
Nasi
tumpeng, atau banyak dikenal dengan istilah “tumpeng” saja, adalah
sajian khas yang banyak dijumpai dalam berbagai acara perayaan atau
“selamatan” baik di desa-desa maupun di kota-kota besar di pulau Jawa
dan pulau-pulau lain sampai sekarang. Tumpeng menjadi ikon penting dalam
acara syukuran atau selamatan dalam tradisi dan budaya Jawa. Oleh
karena itu, tumpeng menjadi suatu simbolisasi yang sarat akan makna.
Walaupun diakui sebagai simbol penting dalam sebuah acara selamatan,
namun sebenarnya tidak banyak orang yang benar-benar mengerti makna di
balik simbol itu. Tumpeng sendiri sebenarnya menjadi simbol yang
mengangkat hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan alam, dan dengan
sesama manusia. Untuk menghantar kita memahami makan tumpeng dalam
tradisi Jawa, kami mencoba mengulasnya dalam paper ini.
2. Tumpeng dalam Tradisi Jawa
2.1. Masyarakat Jawa
Masyarakat
tradisional, pada umumnya memiliki kepercayaan. Kepercayaan ini terarah
pada kekuatan yang melebihi kekuatan atau kemampuan manusia. Masyarakat
percaya bahwa di luar dirinya ada kekuatan yang maha besar. Kekuatan
itu berpengaruh pada system kepercayaan, sehingga dalam masyarakat
tradisonal tampak adanya system kepercayaan tradisional yang dianggap
memiliki kekuatan gaib, dan kepercayaan terhadap roh orang yang telah
meninggal (nenek moyang). Kepercayaan semacam ini dalam ilmu
Anthropologi disebut kepercayaan animisme dan dinamisme.
Kepercayaan
dinamisme dan animisme yang berkembang dalam masyarakat tradisional
turut mempengaruhi sikap dan pola pikir masyarakat. Dalam masyarakat
tradisional terdapat pola pikir bahwa segala sesuatu selalu dikaitkan
dengan kekuatan gaib yang dianggap ada di dalam alam semesta dan di
sekitar tempat tinggal mereka. Pola pikir yang demikian ini selalu
mengaitkan pristiwa-peristiwa hidup dengan kejadian-kejadian kodrati
yang terdapat di dalam alam semesta atau kosmos[1].Terhadap
alam semesta atau kosmos ini masyarakat bersikap lemah dan tidak kuasa
berbuat sesuatu. Begitu pula halnya dengan masyarakat Jawa pada umumnya.
Pandangan dan prinsip seperti ini mempengaruhi masyarakat Jawa.
Dalam
hal ini masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi kehidupan. Oleh sebab
itu mereka berusaha mengamankan hidupnya. Mereka mencari keamanan dalam
hidup dengan cara menjaga hubungan yang selaras atau harmonis dengan
sesama, lingkungan dan dunia adikodrati. Usaha menjaga keselarasan hidup
itu tampak dalam keyakinan dan tradisi, yakni tradisi selametan.
Selametan atau wilujengan
adalah suatu upacara pokok atau unsur terpenting dari hampir semua
ritus dan upacara dalam sistem religi masyarakat Jawa pada umumnya.[2] Tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon keselamatan dalam hidup. Masyarakat Jawa percaya bahwa tradisi selametan
ini mengungkapkan jalinan relasi antara sesama yang masih hidup,
lingkungan dan kekuatan yang ada di luar diri manusia. Hidangan untuk selamatan diantaranya adalah tumpeng yang lengkap dengan lauk pauk dan hiasannya.[3]
Kehidupan
orang Jawa sangat lekat dengan alam. Mereka sadar bahwa hidup mereka
bergantung dari alam. Banyak pelajaran yang menjadi pedoman hidup
sehari-hari yang mereka ambil dari alam. Kebanyakan penghasilan orang
Jawa diperoleh dengan bercocok tanam. Dengan banyaknya gunung yang
terdapat di pulau Jawa dan jenis tanah vulkanik yang subur dan ideal
untuk bercocok tanam, banyak orang Jawa yang tinggal di sekitar
daerah gunung. Mereka menanam padi, sayur-sayuran, buah-buahan dan
memelihara ternak seperti ayam, bebek, kambing, domba, sapi atau kerbau.
Jadi hampir seluruh kebutuhan hidup mereka didapatkan dari tanah di
sekitar gunung.
2.2. Pengertian Tumpeng
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tumpeng dapat diidentifikasikan sebagai nasi yang dihidangkan dalam bentuk seperti kerucut untuk selamatan.[4]
Itulah kiranya definisi tumpeng. Kita tentu tidak merasa asing dengan
istilah “tumpeng”, bukan? Sajian khas ini dapat kita jumpai dalam
berbagai acara perayaan atau selamatan baik di desa-desa maupun di kota-kota besar dalam lingkup pulau Jawa hingga saat ini.
Jika kita membaca Selametan dalam Budaya Jawa oleh Koentjaraningrat, kita dapat mengerti bahwa tumpeng merupakan hidangan dalam tradisi atau upacara selametan.
Maka, boleh dikatakan bahwa tumpeng juga merupakan sajian yang sakral
dan memiliki makna spiritual. Demikianlah tumpeng dimengerti. Kehadiran
tumpeng dalam tradisi selametan pada budaya Jawa memberi makna
yang mendalam, begitupun dalam komponen-komponen tumpeng itu sendiri.
Maka ulasan kami dalam paper ini berkaitan dengan makna simbolik dari
tumpeng dan komponen-komponen yang umun ada di dalamnya.
Nasi
tumpeng yang berbentuk kerucut ditempatkan di tengah-tengah dan
bermacam-macam lauk pauk disusun di sekeliling kerucut tersebut.
Penempatan nasi dan lauk pauk seperti ini disimbolkan sebagai gunung dan
tanah yang subur di sekelilingnya. Tanah di sekeliling gunung dipenuhi
dengan berbagai macam sayuran dari tumbuh-tumbuhan dan lauk-pauk. Itu
semua sebagai simbol atau tanda yang berasal dari alam, hasil tanah.
Tanah menjadi simbol kesejahteraan yang hakiki. Penempatan dan pemilihan
lauk-pauk dalam tumpeng juga didasari akan pengetahuan dan hubungan
mereka dengan alam. Oleh karena itulah lauk-pauk ditempatkan di
sekeliling nasi karena memang dari sanalah mereka berasal.
Selain
penempatannya, pemilihan lauk juga didasari oleh kebijaksanaan yang
didapat dari belajar dari alam. Tumpeng merupakan simbol ekosistem
kehidupan. Kerucut nasi yang menjulang tinggi melambangkan keagungan
Tuhan Yang Maha Pencipta alam beserta isinya, sedangkan aneka lauk pauk
dan sayuran merupakan simbol dari isi alam ini. Oleh karena itu
pemilihan lauk-pauk di dalam tumpeng biasanya mewakili semua yang ada di
alam ini
2.3. Komponen-Komponen yang Umum dalam Nasi Tumpeng
Secara
umum komponen yang digunakan dalam tumpeng antara lain nasi (dari
beras), sayuran atau urap-urapan dan lauk-pauk. Nasi yang digunakan
sebagai tumpeng disajikan secara khas yakni disajikan dalam bentuk
kerucut. Bentuk ini merupakan bentuk khas tumpeng.
Selain
nasi kerucut, sebagai sajian pengiring juga disajikan sayur-mayur dan
lauk- pauk. Sayuran yang umumnya digunakan dalam sajian ini diantaranya
kangkung, bayam dan kacang panjang. Sayuran ini dimasak urap[5]. Sayuran disajikan di sekeliling nasi tumpeng.
Selain
sayur sebagai pengiring nasi tumpeng, lauk-pauk juga turut serta
mengiringi sajian nasi tumpeng. Lauk-pauk yang biasa digunakan antar
lain telur yang direbus dan disajikan utuh bersama kulitnya, ikan lele,
dan ikan teri yang dimasak dengan cara digoreng dengan tepung seperti
rempeyek. Itulah komponen yang ada dalam sajian tumpeng.
3. Makna Simbolis Nasi tumpeng
3.1. Makna Bentuk Nasi Tumpeng
Nasi
berbentuk gunungan atau kerucut itu sarat akan makna, lebih-lebih makna
spiritual. Gunung dalam banyak tradisi dan kepercayaan, termasuk Jawa,
sering diidentikkan sebagai tempat yang maha tinggi, tempat penguasa
alam bertahta, dan tempat kemuliaan Allah. Sudah sejak lama kepercayaan
ini muncul, misalnya; gunung Sinai, gunung Tabor, Pusuk Buhit, gunung
Merapi, dan sebagainya. Asal-muasal bentuk tumpeng ini ada dalam
mitologi Hindu dalam Epos (cerita) Mahabarata. Meski kini mayoritas
orang Jawa adalah muslim atau islam, namun masih banyak tradisi
masyarakat yang berpijak pada akar-akar agama Hindu, sebab Hindu lebih
dulu masuk ke wilyah Jawa, baru agama-agama lain kemudian.
Dalam refleksi selanjutnya, bagi orang Jawa, gunung merupakan tempat yang sakral karena
diyakini memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga. Bentuk
tumpeng yang seperti gunung dalam tradisi Jawa memiliki makna mau
menempatkan Allah pada posisi puncak, tertinggi, yang menguasai alam dan
manusia. Bentuk ini juga mau menggambarkan bahwa Allah itu awal dan
akhir, orang Jawa biasa menyebut-Nya dengan Sang Sangkan Paraning Dumadi
artinya bahwa Allah adalah asal segala ciptaan dan tujuan akhir dari
segala ciptaan. Tumpeng yang digunakan sebagai simbolisai dari sifat
alam dan manusia yang berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya.
Bentuk tumpeng juga seperti
tangan terkatup, sama seperti saat seseorang menyembah. Hal ini juga mau
menggambarkan bahwa Allah patut disembah dan dimuliakan. Bentuk
menggunung nasi tumpeng juga dipercaya mengandung harapan agar hidup
kita semakin naik dan beroleh kesejahteraan yang tinggi.
Dalam
tradisi selametan orang Jawa, puncak acara adalah pemotongan bagian
atas dari nasi tumpeng. Pemotongan ini biasanya dilakukan oleh orang
yang paling dituakan atau dihormati. Hal ini mau mengatakan bahwa
masyarakat Jawa masih memegang teguh nilai-nilai kekeluargaan dan
memandang orang tua sebagai figur yang sangat dihormati. Sesanti
(pepatah) Jawa mengatakan “Mikul dhuwur mendhem jero”. Mikul dhuwur artinya memikul setingi-tingginya dan mendhem jero artinya menanan dalam-dalam.
Arti pepatah ini adalah menghormati orang tua setinggi-tingginya dan
menghargai sebaik-baiknya atau menghargai sedalam-dalamnya terhadap
orang lain.
Setelah
itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini
melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran
hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan. Ada sesanti (pepatah) yang
tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul
(makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski
serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara.
Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat
kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap
anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang berada,
meski harus merantau, haruslah tetap mengingat kepada keluarganya dan
menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.
3.2. Makna Dibalik Warna Tumpeng
Selain dari bentuk, kita juga bisa melihat makna tumpeng dibalik warna nasi tumpeng. Ada
dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan kuning. Bila kita
kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa,
warna putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari. Matahari adalah
sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain itu warna putih
di banyak agama melambangkan kesucian. Warna kuning seperti emas
melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran.
4. Makna Simbolik Kompnen dalam Tumpeng[6]
4.1. Sayuran
Sayuran
merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat mewakili tumbuhan
darat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga
mengandung perlambang tertentu. Sayuran yang umum ada adalah:
a. Urap
Urap merupakan kelapa parut yang dibumbui untuk campuran sayur-sayuran yang direbus. Kata urap senada dengan urip atau hidup, artinya mampu menghidupi atau mampu menafkahi keluarga. Urip berarti juga sumber kehidupan. Sayuran merupakan pralambang dari alam semesta yang memberi kehidupan bagi manusia.
b. Kangkung
Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia semoga sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun, teguh, ulet dan pantang menyerah. Kangkung sama dengan jinangkung (terwujud/tercapai) yang berarti mengandung harapan agar apa yang menjadi cira-cita bisa tercapai.
Sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia semoga sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun, teguh, ulet dan pantang menyerah. Kangkung sama dengan jinangkung (terwujud/tercapai) yang berarti mengandung harapan agar apa yang menjadi cira-cita bisa tercapai.
c. Bayam
Bayam
mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnya
sederhana tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayem tenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik seperti sederhananya bentuk daun dan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.
d. Kacang Panjang
Kacang
panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia
hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang
panjang juga melambangkan umur panjang.
4.2. Lauk-Pauk
a. Ikan Lele
Ikan
Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele. Ikan lele
merupakan jenis ikan yang tahan hidup di air yang tidak mengalir. Ikan
ini juga senantiasa hidup di dasar sungai. Makna yang terkandung dalam
ikan lele adalah symbol ketabahan, keuletan dalam hidup, kerendahan
hati, dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah
sekalipun, juga hendaknya tidak sungkan meniti karier dari bawah.
b. Ikan Teri
Jenis
ikan ini hidup di laut dan selalu hidup bergerombol. Ikan teri
dimaksudkan sebagai simbol kebersamaan dan simbol kerukuan. Biasanya
dalam sajian nasi tumpung ikan ini digoreng dengan tepung, dibuat
seperti rempeyek. Ikan bergeombol dan tidak terpisah-pisah.
c. Telur
Telur
direbus dan biasanya disajikan utuh bersama kulitnya, tidak dipotong –
sehingga, sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal
tersebut mu melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan
(dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi
kesempurnaan.Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”,
yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti,
tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga
melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yang
membedakan hanyalah sifat dan tingkah lakunya.
5. Jenis-Jenis Tumpeng
5.1. Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng
ini untuk syukuran kehamilan di usia tujuhbulan. Diatas tampah yang
dialasi dengan daun, Tupeng nasi putih diletakkan di tengah dan
dikelilingi oleh enam Tupeng kecil-kecil.Selain nasi telor rebus,
sayuran dan lauk yang lain menyertai.
5.2. Tumpeng Robyong
Tumpeng
ini biasanya untuk upacara siraman pada perkawinan adat Jawa. Tumpeng
ini diletakkan dalam bakul dengan aneka sayuran. Bagian puncak diberi
telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai. Di dalam bakul, selain nasi terdapat juga urap, ikan asin, dan telur ayam rebus.
5.3. Tumpeng Nasi Kuning
Isinya
tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya
ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar
rawis. Warna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh
karenanya Tumpeng ini biasa digunakan untuk acara kebahagiaan seperti
kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan
upacara tolak bala.
5.4. Tumpeng Pungkur
Tumpeng ini ada dalam upacara kematian pria atau wanita lajang/belum menikah, saat jenasah akan diberangkatkan. Isinya hanya nasi putih yang dihias sayuran di sekeliling tubuh tumpeng. Tumpeng kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
5.5. Tumpeng Putih
Tumpeng
putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih melambangkan
kesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning sebab
sebetulnya tumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih. Cuma
saja, biasanya tumpeng putih tidak memakai ayam goreng, tetapi ayam
ingkung yang kadang disertai bumbu areh. Tumpeng putih juga memakai tahu
dan tempe bacem, dan ikan asin.
5.6. Tumpeng Seremonial atau Tumpeng Modifikasi
Tumpeng ini bisa dibilang ‘Tumpeng suka-suka’, karena untuk tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam tumpeng. Biasanya tumpeng ini menggunakan nasi kuning, nasi goreng dan nasi warna yang lain. untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri. Tumeng ini biasa dibuat sebagai sajian kuliner.
6. Kesimpulan
Melihat
hubungan antara makna dibalik bentuk tumpeng dan warna nasi tumpeng,
keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan adanya kuasa
yang lebih besar dari manusia (Tuhan), yang menguasai alam dan aspek
kehidupan manusia, yang menentukan awal dan akhir, Wujud nyata dari
pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa dimana rasa
syukur, pengharapan dan doa dilayangkan kepadaNya supaya hidup semakin
baik, menanjak naik dan tinggi seperti halnya bentuk kemuncak tumpeng
itu sendiri.. Jadi tumpeng mengandung makna religius yang dalam sehingga
kehadirannya menjadi sakral dalam upacara-upacara syukuran atau
selamatan.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka, 1984.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III. Jakarta: Balai Pustaka, 2003.
Hadiwiyana, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Tadjuddin, Marcia. Mengupas Makna yang Terkandung dalam Simbolisme Nasi Tumpeng dengan Menggunakan Pendekantan Hermeneutik. Jakarta: Universitas Pelita Harapan, [tanpa tahun penerbit].
[1]Para
filsuf pertama yakin bahwa alam semesta yang harmonis itu tentu
dikuasai oleh satu hukum, suatu keadaan yang teratur, itulah kosmos. [Lihat Harun Hadiwiyana, Sari Sejarah Filsafat Barat (Yogyakarta: Kanisius, 2005), hlm. 19.]
[2]Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 344.
[3]Koentjaraningrat, Kebudayaan…, hlm. 345.
[4]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid III (Jakarta :Balai Pustaka, 2003), hlm. 1222.
[5]Urap
adalah kelapa parut yang dibumbui untuk campuran sayur-mayur rebus,
ubi, ketan, dan sebagainya. Dalam hal ini sayur-mayur rebus. [Lihat
Departemen Pendidikan nasional, Kamus..., hlm.1251.]
[6] Marcia Tadjuddin, Mengupas Makna yang Terkandung dalam Simbolisme Nasi Tumpeng dengan Menggunakan Pendekatan Hermeneutik (Jakarta: Universitas Pelita Harapan, [tanpa tahun penerbit]), hlm. 6.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar